6.11.2009

Kakek Tua Di Serambi Depan


Kulihat kakek tua itu sedang duduk di serambi depan rumahnya, mengawasi capung-capung yang berterbangan diantara rumput-rumput liar. Entah sudah berapa kali aku menjumpainya, kakek itu selalu mengumbar senyum ketika melihatku sepulang sekolah melintasi jalan kecil di depan rumahnya , wajahnya yang ramah membuat aku bisa membayangkan indah senyumnya kakek itu di masa mudanya. Rumah kakek itu terletak di antara puluhan tanah kavling yang berpenghuni rumput-rumput liar dan semak belukar serta capung-capung yang mengudara sepanjang pagi hingga sore. Kali ini kujumpai kakek itu dengan kemeja tidur berwarna cokelat muda dan sebuah rajutan syal bertengger di lehernya yang terlihat keriput.
Tak seperti biasanya, hari ini kakek tua itu melambaikan tangannya kearahku. Bibirnya mengukir senyuman hangat. Dengan spontan, aku membalasnya. Kakek, aku semakin penasaran denganmu… Hujan kian deras, air hujan yang turun dengan derasnya itu menyakitkan. Sakit sekali bila sudah mengenai wajah, apalagi angin yang menggoyangkan pepohonan rindang yang tumbuh di pinggir jalan. Hujan kali ini memaksa aku untuk segera berteduh. Ketika berada di persimpangan jalan, aku memutuskan untuk berteduh di depan rumah kakek yang tak jauh dari sini. Kukayuh sepedaku dengan cepat.Rumah kakek terlihat sepi, entahlah karena apa. Aku segera melepas jaket abu-abu yang telah basah karena guyuran air hujan. Kemana kakek tua itu? Sejak tadi tak kulihat dia keluar, biasanya setiap kali aku melewati depan rumahnya dia selalu ada ditemani koran dan kacamata tua miliknya.“Kenapa tak masuk, ketok saja pintunya!” suara berat seorang kakek mengagetkanku.“Oh, maaf, Kek. Bukan maksud saya mengusik ketenangan Kakek…”“Sudahlah, ayo masuk. Kakek punya dua cangkir teh hangat dan beberapa buah kue serabi di dalam,” segera kulangkahkan kakiku untuk segera masuk ke dalam rumah kakek. Kue serabi, dan teh? aku sudah bisa membayangkan rasanya yang nikmat sekali, nikmat jika dilahap di tengah hujan ynag tak kian mereda. Kulihat senyum itu mengembang ketika melihatku bersedia masuk ke rumahnya yang mungil, tapi begitu rapi dan bersih. Terpajang patung-patung dan porselen indah yang mengkilat. Kristal-kristal warna-warni yang tertata rapi di atas almari kac di ruang tamu. Rumah ini begitu menyejukkan meski tanpa AC. *** Kakek tua itu mempersilahkanku duduk. Beliau masuk ke dalam rumahnya, kemudian setelah beberapa lama aku menunggu, terlihat kakek tua itu membawa sebuah baki dari dapurnya. Aroma teh pegunungan itu merasuki lubang hidungku, apalagi harum serabi, oh sungguh nikmat bila disantap saat hujan begini. Perutku melilit, tak tahan juga rupanya. “Ayo minum tehnya, teh itu bisa membuat tubuhmu terasa hangat. Sekalian cicipi kue serabi buatan kakek!” senyumku segera mengembang ketika kakek menyodorkan secangkir teh dan sepiring kue serabi kehadapanku. Kuhirup dalam-dalam aromanya yang khas, dan seteguk teh melewati kerongkongan setelah secuil kue serabi masuk ke dalam perutku yang lapar. Cukup lama juga aku berbincang-bincang dengan kakek tentang keluargaku yang hampir selalu berada di luar kota, tentang tetangga-tetangga kompleks yang amat jarang sekali bertegur sapa dan menonjolkan individualismenya, tentang prestasiku di sekolah yang biasa-biasa saja. Sosok kakek tua itu adalah pendengar yang setia bagiku. Hujan telah reda, cuaca kembali cerah. Aku segera berpamitan untuk pulang, tentu mbok Nah sudah menunggu di rumah. *** Semenjak kejadian di waktu hujan itu, aku sering mampir ke rumah kakek untuk sekedar mengusir sepi. Hubunganku dengan kakek semakin erat, kami seperti seorang cucu dan kakeknya yang senantiasa berbagi rasa. Tak segan-segan aku mencurahkan isi hatiku kepadanya. Ternyata di balik wajah kakek yang bersahaja lagi ramah, tersimpan sejuta kerinduan kepada cucu dan anak-anaknya yang berada sangat jauh darinya. Kakek bercerita tentang cucunya yang bernama Wisnu, Ranti, Aditya, Siska, dan Viko yang berada di luar negeri, tepatnya negeri Kincir Angin. Kakek juga bercerita tentang anak-anaknya, Wilda yang manja, Dani yang selalu bangga dengan eksperimen-eksperimen barunya, serta Anne yang gemar berpetualang. Semuanya membuat kakek rindu, tapi jarak yang amat jauh memisahkan hubungan yang amat sangat erat antara kakek dengan anak dan cucunya. Kakek pernah bertempat di Belanda, tetapi sesaat setelah nenek meninggalkannya, kakek kembali ke Indonesia untuk menetap selama-lamanya di sini. Ketika anak dan cucunya memaksanya ikut serta ke Belanda, kakek menolak sehingga hubungan dengan anak cucunya renggang. Kata kakek, dulu anaknya pernah menyarankan agar kakek hidup di panti jompo kalau sudah tua, tapi kakek tidak ingin merepotkan orang lain. Sehingga kakek memilih hidup sendiri di rumah yang ditinggalkannya dulu. *** Aku berusaha membantu kakek untuk berjumpa lagi dengan anak cucunya. Alamat email yang pernah diberikan Anne masih disimpan dengan baik oleh kakek. Surat-surat kerinduan untuk anak cucunya yang tak pernah dikirimkan dengan cepat kuketik di computer pribadiku dan segera kukirimkan lewat email kepada Anne. “Kakek…” nafasku terengah-engah ketika sampai di rumah kakek. Pintu kayu itu segera terbuka lebar. “Ada apa, Dion?” “Kakek, Anne membalas semua email yang aku kirimkan kepadanya,” kakek menatapku tajam seakan tak percaya. Dia lantas menarik lenganku untuk duduk di kursi serambi rumahnya. “Benar kek, kakek tak percaya? ini hasil cetakan suratnya.” aku menyodorkan selembar kertas yang segera dibaca oleh kakek. Papa yang selalu kusayang, Kupikir papa telah melupakan kami semua di Belanda, tapi kami di sini selalu merindukan papa. Email ini mewakili rasa rindu yang telah lama terpendam, suatu ketika nanti kami akan berusaha mengunjungi papa di Indonesia. (Anne) Kutatap wajah kakek yang menyiratkan kegembiraannya. Setetes air mata membasahi pelupuk matanya dan semakin lama semakin menganak sungai. Wajah itu tak pernah kulihat sebelumnya. Wajah yang amat sangat gembira, wajah yang tak bisa membendung rasa kerinduannya.*** Hari-hari pun berlalu, bahkan sudah berganti bulan. Seperti biasa aku menyusuri sepanjang jalan-jalan sempit yang menghubungkan sekolah dengan rumahku. Hari ini kulihat rumah kakek yang dari dulu terkesan sepi, menjadi ramai. Kulihat tiga orang remaja sedang bercanda dengan kakek, mungkinkah itu Wisnu, Siska, dan Ranti yang pernah diceritakan oleh kakek? siapa orang-orang dan bocah kecil yang tengah mengerubuti kakek itu? ah kakek, aku tak bisa merasakan kebahagiaanmu. Kutatap wajah mereka semua, tiba-tiba mereka melambaikan tangannya kepadaku. Aku tiba-tiba sadar telah berjanji akan mengantarkan mbok Nah menjenguk keponakannnya di rumah sakit. “Mas Dion…cepat!!!” terbayang-bayang suara mbok Nah dari kejauhan, aduh mbok Nah, jangan marahi Dion… Selamat kakek, kerinduanmu terbayar sudah. Tapi nama kakek siapa? Selama ini aku memang tak pernah menanyakannya. Hari ini tiba-tiba aku ingin mengetahuinya. Untuk kakek-kakek yang merindu di sana ---------------SELESAI---------------

GUE KAPOK CHATTING LAGI…


“ Lia mampir kewarnet dulu ya? “
“ Loe mo ngapain lagi sih von,kemarin kan loe baru kesana? “
‘ Udah deh ngikut aza “
Dua orang sahabat itu pun menuju kesebuah tempat yang lumayan besar.Didalamnya telah dipenuhi orang yang sedang serius didepan computer masing-masing.Selama satu jam didalam ruangan itu,mereka berdua pun keluar.
“ Aduh Li,MR BOLA tuh bikin gue penasaran aza “
“ Siapa tuh MR BOLA? “
“ Loh loe tadi gak liat gue chatting ma sapa? “
” Gimana gue mo liat,abiz gue bete banget ya udah gue tidur aza disana”
” Apa???? Dasar tukang tidur!!!! “
” Emang siapa sih MR BOLA itu??? “
“ Udah deh besok aza gue ceritain “
Mereka berdua pun berpisah dipertigaan jalan sambil melambaikan tangan di kejauhan.
,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,
Lia dan vonny adalah sahabat yang selalu kemana-mana bersama.Malah disekolah mereka dikira anak kembar abiz mirip gitu yang membedakan adalah kulit.Vonny putih dan mulus sedangkan Lia punya kulit cokelat.Tapi itu tidak menjadi masalah dalam persahabatan mereka.
“ Eh von,katanya loe mo cerita? “
“ Oh masalah MR BOLA? “
“ Ya…….!!!! “
“ MR BOLA itu temen gue chatting,udah lama sih gue kenal n chatting ma dia tapi kita belum pernah ketemu gitu.Tapi gue yakin deh yang namanya MR BOLA itu adalah sosok cowok yang keren,putih,baik dan pastinya cakep. “
“ Loe kok pede gitu sih,iya kalau sesuai dengan mau loe coba kalau g gimana? “
“ G gue yakin MR BOLA itu seperti yang gue bayangin”
“ Ya terserah loe aza deh.Tapi awas jangan nyesel kalau MR BOLA loe itu g sesuai dengan loe mau”
“ Iya deh.Gue g akan nyesel “
“ Teruz loe tetep pengen kayak gini teruz “
“ maksud loe apaan sih Li “
“ Loe gak pengen ketemu? “
“ Tenang aza,besok malam dia mo kerumah gue “
“ Oh ya udah bagus deh,von gue lapar nih kekantin yuk? “
“ Oke deh kawan”
,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,
Vonny adalah anak pertama dari dua orang bersaudara.adek vonny duduk di bangku sma kelas satu.Mereka berdua hanya tinggal dengan mama mereka,karena sudah 2 tahun Vonny ditinggal papanya meninggal dunia.
“ Aduh kakakku cantik banget sih,emang mo kemana? “
“ Gak kemana-mana kok “
“ Teruz kok dandan cantik gitu ? “
“ Mo ada temen tau “
“ Hwahaaa….pasti temen cowok ya…..?? “
“ Mo tau aza.Pokoknya ntik kalau temen kakak datang suruh masuk aza,kakak mo dikamar dulu,oke adekku jelek..”
“ Oke deh kakakku centil “
Vonny pun meninggalkan adeknya diruang tv.Tak ada satu jam adek vonny pun berteriak dari bawah.
“ Kak Von,ada temennya tuh “
“ Iya bentar “
Jantung Vonny pun berdetak lebih cepat karena ia ngin sekali bertemu dengan MR BOLA itu.Didalam benaknya pun terlintas beberapa pertanyaan “ APAKAH MR BOLA SESUAI YANG GUE HARAPKAN,SEMOGA SESUAI TUHAN “.Vonny pun menuruni anak tangga dengan santai dan penuh hati-hati.Dia tak mau kalau dia gugup bertemu dengan MR BOLA tersebut.
“ Halo gue Vonny “
“ Halo gue MR BOLA alias Nenad “
“ Sori lama ya? “
“ Gak apa kok “
Tanpa basa-basi lagi mereka pun ngobrol dengan santai layaknya teman lama yang tidak pernah bertemu.Sampai akhirnya Nenad pun pamit untuk pulang.
“ Cie….yang abiz ketemu ma cowok cakep “
“ Udah deh dek diem “
“ Ih kok sewot abiz ketemu ma cowok cakep.kak kenalin ke aq donk “
“ Kenalan sendiri aza sana “
“ ihhhh…ngebetein banget “
Vonny pun langsung berlari menuju kamarnya dan menutup pintu dengan keras.Ia pun langsung mengambil telepon dan memencet no telepon Lia.
“ Halo Lia “
“ Eh loe von,tumben telepon malam2,ada apa nih ?”
“ Ngebetein Li “
“ Kenapa??? Hari ini MR BOLA itu kerumah loe khan??? “
“ Iya emang tapi bikin bete “
“ Kenapa??? Bener khan pasti tuh cowok g sesuai dengan yang loe mau???? “
“ Bukan itu,MR BOLA alias Nenad itu bener2 cowok yang cakep,keren, dan sesuai dengan apa yang gue mau,tapii….”
“ Loh tapi kenapa ?? “
“ Kayaknya Dia lebih tertarik sama adek gue “
“ Apa???? Kok bisa,emang adek loe kenal ma MR BOLA itu ??? “
“ G gitu,tadi yang buka pintu adalah adek gue.Nah disitu Nenad liat adek gue.Dan parahnya lagi selama 2 jam dia dirumah gue yang ditanyain tuh adek gue melulu….nyebelin banget”
“ Hwahaaaa..a………..Vonny2 loe cemburu ama adek loe sendiri….hwahaaaaaaa”
“ Udah deh loe ngebetein banget”
Vonny pun menutup telepon dan memutuskan kabel teleponnya itu.Ia pun langsung melempar dirinya dikasur yang dipenuhi boneka.Tiba2 hpnya bergetar,dan ternyata terdapat sms.
Sori Von td gue cm becnda,udh dh loe g sh sedih lg msh bnyak MR BOLA yg lain.heeeee
Lia
0856499134556
Vonny pun menaruh hpnya diatas kasur.tapi g sampai 1 menit hpnya bergetar lagi…
“ HAI VON DH BO2 YA…GUE MO NANYA NO HP ADEK LOE BERAPA SIH????
NENAD
081334156789
Vonny langsung melempar hpnya dikasur dengan perasaan kesal dan marah.Dan berteriak dengan keras.
“ GUE KAPOK CHATTING LAGI………………… “


 

Kumpulan Cerpen Copyright © 2008 Green Scrapbook Diary Designed by SimplyWP | Made free by Scrapbooking Software | Bloggerized by Ipiet Notez Blogger Templates